Jumat, 29 Agustus 2014

PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA

PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA : MENUJU BANGSA MANDIRI DI ERA GLOBALISASI

BAB I

PENDAHULAN

1.1  Latar Belakang

Fenomena globalisasi merupakan dinamika yang paling strategis dan membawa pengaruh terhadap perkembangan proses perubahan peradaban manusia. Globalisasi juga membawa dampak pada semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Selain itu, globalisasi memungkinkan terjadinya perubahan lingkungan strategis yang berdampak luas terhadap eksistensi dan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari aspek internal, kondisi objektif bangsa Indonesia sejak diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan negara dengan bangsa yang dibangun di atas keragaman dan perbedaan, yaitu perbedaan suku, agama, ras, etnis, budaya, bahasa dan lain-lain. Keragaman dan perdedaan tersebut apabila dikelola dengan baik, maka keragaman itu akan menimbulkan keindahan dan harmoni dalam berbangsa dan bernegara, tetapi apabila keragaman dan perbedaan tersebut tidak dapat dikelola dengan baik maka akan berpotensi menimbulkan perselisihan dan sengketa yang dapat menyebabkan perpecahan atau bahkan disintegrasi bangsa Indonesia. Bila ditinjau dari aspek eksternal, globalisasi menyebabkan pertemuan antar budaya (cultur encounter) bagi seluruh bangsa di dunia, termasuk bagi bangsa Indonesia. Sehingga, globalisasi tersebut berdampak pada terjadinya perubahan sosial (social change) secara besar-besaran pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan sosial yang terjadi tersebut belum tentu “kongruen” dengan kemajuan sosial (social progress) suatu bangsa. Sehingga bangsa Indonesia juga harus memiliki antisipasi untuk mengatasi dampak dari perubahan sosial yang tidak kongruen dengan bangsa Indonesia yang disebabkan oleh globalisasi yaitu dengan berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.

Pancasila sebagai sebuah ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia, semestinya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi landasan nilai dan prinsip yang terus mengalir bagi setiap generasi. Namun dalam perjalanannya, pembangunan karakter bangsa Indonesia yang telah dilaksanakan sejak lama sering mengalami hambatan-hambatan dengan adanya sejumlah kasus yang melibatkan kehidupan antar umat beragama sekaligus masih banyaknya kekerasan atas nama golongan dan kelompok tertentu di Indonesia. Terlepas dari masalah tersebut, penulis melihat bahwa pancasila masih memiliki relavansi dan kesaktian sebagai landasan pembangunan karakter bangsa Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa mandiri di era globalisasi.

Penulis menggunakan globalisasi sebagai acuan untuk mengkaji pembangunan karakter bangsa terutama bagi generasi muda Indonesia menuju pada kemandirian bangsa dengan berlandaskan pada pancasila untuk menghadapi derasnya arus globalisasi. Dalam proses membangun karakter suatu bangsa, salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah pendidikan baik itu secara formal maupun non formal sehingga pengaruh negatif dari globalisasi dapat dikurangi terutama bagi generasi muda sebagai generasi penerus bangsa yang menentukan masa depan. Generasi muda sekaligus sebagai generasi yang paling rentan terkena dampak negatif dari globalisasi sehingga peran pendidikan karakter bangsa serta pembangunan karakter bangsa dengan berlandaskan pancasila menjadi suatu hal yang sangat penting untuk menjadikan bangsa Indonesia mandiri di era globalisasi.

1.2  Rumusan Masalah

Masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini adalah: Bagaimanakah membangun karakter bangsa Indonesia menuju bangsa yang mandiri di era globalisasi dengan berlandaskan pada pancasila?

1.3  Kerangka Analisis

Pada awal 1960-an sosiologi pembangunan berkembang pesat dan sangat dipengaruhi oleh pemikiran para ahli sosiologi klasik seperti Marx Weber dan Durkheim. Sosiologi pembangunan juga membawa dampak pada lahirnya dimensi-dimensi baru dalam konsep pembangunan. Pembangunan adalah suatu bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana melalui berbagai macam kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan pancasila telah mencantumkan tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu keadaan yang selalu menjadi cita-cita seluruh bangsa di dunia ini termasuk juga bangsa Indonesia.

Penulis menggunakan pendekatan sosiologi pembangunan untuk menganalisa pembangunan karakter bangsa Indonesia yang berfokus pada pembangunan karakter generasi muda Indonesia dengan berlandaskan pada nilai-nilai dasar pancasila. Sosiologi pembangunan adalah suatu cara untuk menggerakkan masyarakat supaya mendukung pembangunan dan masyarakat itu sendiri sebagai tenaga pembangunan, sekaligus sebagai dampak dari pembangunan yang dilaksanakan.

Dalam teori sosilogi, pembangunan karakter bangsa merupakan salah satu unsur penting karena dengan karakter yang bagus maka bangsa tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang besar dan kuat. Hal tersebut juga dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dalam pembangunan karakter generasi muda bangsa Indonesia menuju pada kemandirian di era globalisasi yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar dan kuat.


BAB II

PEMBAHASAN

            Setiap bangsa yang melaksanakan pembangunan selalu menginginkan perubahan yang mengarah pada kemajuan bangsanya. Dan keberhasilan pembangunan tersebut tidak akan terlaksana tanpa adanya semangat juang dari seluruh komponen bangsa untuk maju bersama-sama. Seperti misalnya semangat perubahan Cina dan India yang dapat sukses membangun negaranya berdasarkan pada pembangunan nasional yang kuat. Cina dengan reformasi ekonomi gaya Deng Xiaoping, India dengan perpaduan serasi antara agama dengan kasta serta meritrokasi. Semangat juang tersebut seharusnya ditiru oleh bangsa Indonesia dengan pembangun karakter bangsa yang berdasarkan pada Pancasila. (Disampaikan oleh Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia Letjen, TNI Moeldoko, M.Si dalam Kuliah Umum “Pembangunan Karakter Bangsa” di Gedung Soetarjo Universitas Jember pada tanggal 31 Mei 2012).

Pembangunan karakter suatu bangsa tidak cukup dalam esensi pembangunan fisik saja tetapi dibutuhkan suatu orientasi yang lebih kuat yaitu suatu landasan dasar atau pondasi pembangunan karakter bangsa tersebut. Sehingga esensi fisik dari pembangunan berawal pada internalisasi nilai-nilai untuk menuju pada pembangunan tata nilai atau sebaliknya pembangunan yang berorientasi pada tatanan fisik tersebut dijiwai oleh semangat peningkatan tata nilai sosio-kemasyarakatan dan budaya. Dalam hal ini Indonesia memiliki landasan pancasila sebagai dasar untuk melakukan pembangunan karakter bangsa Indonesia.

 

 

2.1  Pembinaan Karakter Bangsa

            Sebuah pernyataan retorik tentang pembinaan karakter suatu bangsa yang diungkapkan oleh Mantan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Sri Dr. Mahathir Muhammad. Sebagai berikut:

Ketika suatu bangsa mulai membangun, maka yang pertama kali menjadi korban adalah kelembagaan keluarga berikut seluruh tatanan nilai kekeluargaan yang ada di dalamnya.

Maksud dari penyataan diatas adalah pembangunan yang dilakukan oleh suatu bangsa seringkali membutuhkan pengorbanan yang sangat besar termasuk mengorbankan keluarga atau bahkan kebersamaan dalam keluarga. Bukti nyata yang dapat kita lihat terutama berada di negara - negara industri maju, dimana fenomena hilangnya kohesivitas keluarga terlihat sangat jelas sejalan dengan semakin meningkatnya modernisasi di negara-negara maju tersebut.

Pembangunan yang baik tentu tidak harus mengorbankan keluarga atau bahkan bangsanya sendiri. Sehingga dalam melaksanakan pembangunan dan pembinaan karakter suatu bangsa dibutuhkan pemahaman yang lebih baik, khususnya dalam menjadikan pembangunan fisik suatu bangsa sebagai salah satu instrumen dalam pembinaan karakter bangsanya agar menjadi lebih baik pula dengan berlandaskan pada suatu nilai.

Aspek lain yang tidak kalah penting untuk diperhitungkan dalam melakukan pembinaan karakter bangsa adalah pengaruh dari kemajuan kapasitas berpikir manusia itu sendiri yang pada umumnya diartikulasikan dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu teknologi informasi dan telekomunikasi. Kedua  jenis teknologi tersebut secara radikal telah mengakselerasi proses interaksi antar manusia dari berbagai bangsa dan memberikan dampak adanya amalgamasi berbagai kepentingan lintas bangsa (globalisasi). Dan salah satu unsur yang ada dalam proses amalgamasi kepentingan antar manusia adalah daya saing atau competitiveness. Pentingnya kemampuan daya saing bagi suatu bangsa untuk dapat menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi tersebut sehingga dibutuhkan suatu pembinaan karakter bangsa termasuk juga bagi bangsa Indonesia.

Menurut Michael Porter (1999), dalam bukunya Daya Saing sebuah Bangsa (The Competitiveness of A Nation), pemahaman daya saing sebagai salah satu keunggulan yang dimiliki suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya. Keunggulan yang dimaksud dapat berkembang ke berbagai pengertian maupun penerapan. Keunggulan tersebut dapat diartikan sebagai keunggulan ekonomi, keunggulan politik, keunggulan militer dan lain-lain. Sedangkan, daya saing pada esensinya dapat diartikan sebagai sebuah rantai dari suatu nilai proses yang dapat dikendalikan dengan proses pembelajaran kontinyu atau continuous learning. Sehingga, arti dan makna pembinaan karakter bangsa di era globalisasi yang sarat dengan daya saing adalah menyangkut tiga hal pokok yaitu:

1. Artikulasi karakter bangsa adalah mengacu pada tingkat peningkatan kapasitas pengetahuan dari bangsa tersebut untuk terus melakukan pembelajaran agar semakin meningkat daya saingnya di era globalisasi.

2. Pembinaan karakter bangsa akan diarahkan agar kapasitas pengetahuan yang terbangun dapat meningkatkan daya saing suatu bangsa, dengan kondisi dimana daya saing tersebut akan memungkinkan adanya kemajuan kolektif atau kemajuan bersama bagi bangsa Indonesia.

3. Pemaknaan dari karakter positif bangsa seharusnya diarahkan untuk mencapai dua hal pokok di atas.

 

Sebenarnya bangsa Indonesia telah memiliki karakter positif bangsa yang seharusnya terus ditumbuh-kembangkan untuk menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi ini. Karakter positif yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut antara lain adalah karakter pejuang yang juga telah diakui oleh masyarakat internasional karena Indonesia mendaparkan kemerdekaannya melalui perjuangan tumpah darah bangsa Indonesia. selain itu, bangsa Indonesia juga memiliki karakter pemberani dan sejumlah karakter positif lainnya yang harus ditumbuh-kembangkan sebagai bekal untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan mandiri di era globalisasi. Seluruh karakter positif yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia tersebut harus dimaknai dalam konteks peningkatan daya saing untuk menghadapi globalisasi. Sehingga pembinaan karakter positif bangsa dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dalam era globalisasi.

Namun disisi lain, bangsa Indonesia masih didera oleh sejumlah permasalahan dalam pembinaan karakter bangsa bahkan yang paling kritis justru yang menyangkut masalah daya saing bangsa Indonesia, sebuah parameter yang semakin meningkat nilai pentingnya di era globalisasi saat ini. Meskipun demikian, pembinaan karakter bangsa Indonesia terus dilaksanakan secara terus-menerus demi terciptanya generasi muda penerus bangsa yang memiliki mental saing kuat dalam menghadapi globalisasi. Pembinaan karakter bangsa Indonesia juga dilandasi oleh nilai-nilai dasar pancasila yang akan penulis kaji dalam pembahasan berikutnya

 


2.2  Pancasila sebagai Landasan Pembangunan

Pancasila sebagai landasan pembangunan berarti nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi logis terhadap pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.

Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia termasuk dalam melaksanakan pembangunan karakter bangsa. Nilai-nilai dasar Pancasila dikembangkan atas dasar hakikat manusia.

Sedangkan Pembangunan nasional Indonesia diarahkan pada upaya peningkattan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Sehingga, pembangunan nasional bangsa Indonesia dapat dimaknai sebagai upaya peningkatan harkat dan martabat manusia secara total atau menyeluruh berdasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam pancasila.

Dalam melaksanakan pembangunan sosial berdasarkan pancasila maka pembangunan sosial tersebut harus bertujuan untuk mengembangkan harkat dan martabat manusia secara total. Oleh karena itu, pembangunan yang berdasarkan pancasila harus dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan dengan berlandaskan pada pancasila tersebut meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Penulis akan dijelaskan mengenai pancasila sebagai landasan pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sesuai dengan aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya pada pembahasan berikutnya.

 

2.3  Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Politik Indonesia

Pembangunan politik yang berdasarkan pada pancasila harus dapat meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia dan meningkatkan harkat dan martabat manusia tersebut adalah dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga, sistem politik Indonesia harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat yang sesuai dengan pancasila yaitu sistem politik demokrasi (kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat). Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.

Sebagai konsekuensi logis dari sistem politik demokrasi yang berlandaskan pada moral pancasila maka perilaku politik, baik perilaku politik warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.

2.4  Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Sistem dan pembangunan ekonomi yang sesuai dengan pancasila yaitu berlandaskan pada nilai moral dari pancasila itu sendiri. Secara khusus, sistem ekonomi pancasila harus didasari oleh moralitas ketuhanan dan kemanusiaan. Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dan kemanusiaan (humanistis) akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan.

Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik sebagai makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk Tuhan adalah sistem ekonomi pancasila. Sistem ekonomi pancasila harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi bangsa Indonesia harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.

Globalisasi yang semakin semarak diseluruh dunia, lebih-lebih setelah bangkrutnya Uni soviet 1990, tidak saja ditolak meskipun bisa ” mengancam “ ekonomi nasional, tetapi bahkan dijadikan sebagai ”peluang emas” bagi dunia bisnis Indonesia. Pemerintah dan masyarakat memilih mengambil sikap positif terhadap globalisasi dengan pernyataan presiden yang terkenal bahwa, “ suka tidak suka, siap tidak siap”, kita harus ikut globaliasi, karena, “ sudah berada didalamnya”. Inilah salah satu alasan kuat Indonesia justru bertindak menjadi tuan rumah KTT-APEC ke-2 diBogor tahun 1994.

            Ekonomi pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan (instructional economics) yang menjungjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai idiologi Negara yang kelima silanya, secara utuh maupun sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap orang Indonesia. Jika Pancasila mengandung 5 asas, maka semua substansi sila Pancasila (1) etika, (2) kemanusiaan, (3) nasionalisme, (4) kerakyatan/demokrasi, dan (5) keadilan social, harus di pertimbangkan dalam model ekonomi yang disusun. Kalau sila pertama dan kedua adalah dasarnya, sedangkan sila ketiga dan keempat sebagai caranya, maka sila kelima Pancasila adalah tujuan dari Ekonomi Pancasila

            Pada bulan Agustus 2002 bertepatan dengan peringatan 100 tahun Bung Hatta, UGM mengumumkan berdirinya Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) yang akan secara serius mengadakan kajian-kajian tentang Ekonomi Pancasila dengan penerapan di Indonesia baik di tingkat nasional maupun di daerah-daerah. Sitem Ekonomi Pancasila yang bermoral, manusiawi, nasionalistik, demokratis dan berkeadilan, jika diterapkan secara tepat pada setiap kebijakan dan program akan membantu terwujudnya keselarasan dan keharmonisan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.

            Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan ekonomi yang mengacu pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dalam sitem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemeralatan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratais yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya dinikmati oleh semua warga orang dalam proses produksi dan hasilnya dinikmati oleh semua warga masyarakat.
Aturan main sitem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke 4 (Kerakyatan yang dipimpin olek hikmat kebuijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan) menjadi selogan baru yang di perjuangakan sejak eformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan terhadap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Sitem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak pada dan melindungi kepentingan ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem dari ekonomi Pancasila, yang diharapkan mampu meredam akses kehidupan ekonomi yang liberal.

2.4.1        Dasar Pemikiran

  1. Ekonomi Pancasila adalah ideologi, ilmu, dan sistem ekonomi berjatidiri Indonesia yang mengacu pada sistem nilai dan sistem sosial-budaya bangsa Indonesia yang berlandaskan etika dan falsafah Pancasila, yang digali berdasarkan kehidupan ekonomi riil (real-life economy) rakyat Indonesia.
  2. Ekonomi Pancasila sebagai ilmu dan sistem ekonomi telah memiliki latar belakang sejarah perjuangan dan pengembangan yang cukup panjang, terutama dimulai sejak tahun 1980 oleh Prof Mubyarto dkk, dan tetap eksis sampai sekarang melalui pendirian Pusat Studi Ekonomi Pancasila di UGM, penerbitan buku-buku, seminar, kuliah, dan aktivitas terkait lainnya
  3. Ilmu Ekonomi Pancasila berdasar asumsi manusia sebagai makhluk sosial (homo socius) dan makhluk beretika (homo ethicus), bukan sekedar makhluk ekonomi (homo economicus) Oleh kareanya, ilmu ekonomi tidaklah bebas nilai (value free), melainkan sarat nilai (value ladden), sehingga ilmu ekonomi dikembangkan secara normatif, bukan sekedar secara positif. Dengan demikian, ilmu ekonomi mempertimbangkan aspek non-ekonomi, yang harus dikaji secara multidisiplin, bukan sekedar monodisiplin.

2.4.2        Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Pancasila Di Indonesia

Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu :

  1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.

 

  1. Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.

 

  1. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.

 

  1. Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.

 

2.4.3        Prinsip Dasar dalam Sistem Ekonomi Pancasila

  • Landasan Filosofis : PANCASILA
  • Landasan Konstitusional : UUD – 1945

            Prinsip dasar ekonomi Pancasila (menurut Mubyarto) adalah:

a.    Etika/bermoral

b.    Manusiawi

c.    Nasionalisme ekonomi

d.   Demokrasi ekonomi/ekonomi kerakyatan

e.    Keadilan social

Rumusan Mubyarto tentang Sistem Ekonomi Pancasila

  • Perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral
  • Ada kehendak masyarkaat untuk mewujudkan pemerataan sosial ekonomi
  • Nasionalisme selalu menjiawi kebijaksanaan ekonomi
  • Koperasi merupakan sokoguru perekonomian nasional
  • Ada keseimbangan antara sentralisme dan desentralisme dalam kebijaksanaan ekonomi.

Sistem Ekonomi Pancasila tidak liberal-kapitalistik, juga bukan sistem ekonomi yang etastik. Meskipun demikian sistem pasar tetap mewarnai kehidupan perekonomian (Mubyarto, 1988).

 

Rumusan Emil Salim tentang Sistem Ekonomi Pancasila(mengacu pada Pancasila dan UUD 1945) :

  • Sistem Ekonomi yang khas Indonesia sebaiknya berpegang pada pokok- pokok pikiran yang tercantum dalam Pancasila
  • Dari Pancasila, sila keadilan sosial yang paling relevan untuk ekonomi.

Sila keadilan sosial mengandung dua makna :

  1. Prinsip pembagian pendapatan yang adil
  2. Prinsip demokrasi ekonomi

·         Pembagian pendapatann masa penjajahan tidak adil, karena ekonomi berlangsung berdasarkan free fight liberalisme

·         Prinsip demokrasi ekonomi ditegaskan (diatur) dalam UUD 1945 pada pasal-pasal 23, 27, 33, 34.

            Menurut Mubyanto (Kepala PUSTEK UGM), fakultas ekonomi sebagai gedung    pemikiran ilmu ekonomi telah menyumbsng 3 dosa dalam pengajarannya yang berperan        memperparah marginalisasi Ekonomi Pancasila, yaitu :

  1. Bersifat parsial dalam mengajarkan ajaran ekonomi klasik Adam Smith. Konsep Smith tentang Manusia Sosial (homococius, tahun 1759) dilupakan atau tidak diajarkan, sedangkan ajaran berikutnya pada tahun 1776 (manusia sebagai homoeconomicus) dipuja puji secara membabi buta.
  2. Metode analisis deduktif dari teori ekonomi neoklasik di ajarkan secara penuh, sedangkan metode analis induktif diabaikan. Hal demikian bertentangan dengan pesan Alfred Marshall dan gustave Schmoler, dua tokoh ekonomi neoklasik, untuk memakai dua metode secara serentak laksana dua kaki.
  3. Ilmu ekonomi menjadi spesialistis dan lebih iarahkan untuk menjadi ilmu ekonomi matematika. Menurut Kenneth Boulding dalam Economic as A Sciense. Ilmu ekonomi dapat dikembangkan menjadi salah satu atau gabungan dari cabang-cabang ilmu berikut : (a) ekonomi sebagai ilmu sosial (social science); (b) ekonomi sebagai ilmu ekologi (ecological science); (c) ekonomi sebagai ilmu prilaku (behavioral science); (b) ekonomi sebagai ilmu politik (political science); dan (f) ekonomi sebagai ilmu moral (moral science).

      Sebagai sebuah gagasan besar, Ekonomi Pancasila sebagai sistem ekonomi bukan-bukan, bukan kapitalisme juga sosialime, menawarkan garapan berupa sistem perekonomian alternative yang bersifat komprehensif integral bagi jutaan masyarakat Indonesia demi mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaksud dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945.

Ekonomi pancasila adalah system ekonomi nasional Indonesia (SENI). Dalam SENI masyarakat bangsa yang beraneka warna ciri-ciri kehidupannya, berinteraksi dalam semangat kekeluargaan, dalam upaya meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat menuju terwujudnya keadilan sosial. Keadilan sosial sebagai tujuan akhir bekerjanya SENI akan tercapai jika seluruh warga masyarakat tanpa kecuali mematuhi aturan main keadilan ekonomi.

Untuk mengkoreksi pembangunan yang timpang, ala system kapitalisme barat yang liberal harus diganti dengan aturan main yang sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia yaitu pancasila. Dengan aturan main baru, ekonomi pancasila, para pelaku ekonomi yaitu produsen, konsumen, dan pemerintah, semuanya harus melakukan “banting setir” meninggalkan gaya lama yang etatistik dan system persaingan gontokan bebas (free fight liberalism), serta monopoli yang jelas-jelas menguntungkan diri sendiri, tetapi merugikan masyarakat atau rakyat banyak.

Banting setir untuk mematuhi aturan main yang  baru ini bukan hal yang mudah, lebih-lebih dalam suasana globalisasi dan liberalisasi pasar dunia yang menganut aturan main kapitalisme liberal. Namun jika tujuan utama SENI (System Ekonomi Nasional Indonesia) adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan perekonomian nasional yang kuat dan tangguh, aturan main yang harus dipatuhi adalah aturan main ekonomi pancasila ini, yang tidak seyogyanya “dikompromikan” sehingga mengorbankan ekonomi nasional Indonesia.

2.5  Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Sosial Budaya

Pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya.

Berdasarkan sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya di seluruh Indonesia menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa Indonesia. Dengan kata lain, pembangunan sosial budaya berdasarkan pada pancasila tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.

2.6  Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Pertahanan Keamanan Indonesia

Sistem pertahanan dan keamanan sesuai pancasila adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa untuk melindungi seluruh tumpah darah Indonesia. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).

Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan bangsa sendiri. Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara.

UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara sangat sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2.7  Pembangun Kemandirian Bangsa

“ The core of any army is its soldiers, no matter how sophisticated its equipment, its performance is solely dependent on its soldiers.”

-Douglas MacArthur, General, US Army, 1945-.

Penggalan kalimat ini diambil dari ungkapan salah seorang komandan militer yaitu Jendral MacArthur. Seorang Jendral AS yang pernah menjadi panglima mandala Pasukan Sekutu di Pasifik pada era Perang Dunia ke-2 (1941-1945) dan selanjutnya menjadi panglima mandala Pasukan Gabungan PBB semasa Perang Korea (1951-1955).

            Penggalan kalimat di atas memberikan esensi pada peran Sumber Daya Manusia sebagai unsur yang paling kritis dalam setiap proses pengembangan suatu entitas tertentu. Penggalan kalimat tersebut ikut menekankan pentingnya faktor manusia atau SDM sebagai komponen terpenting dalam setiap proses atau rantai nilai apapun juga. Dalam kasus pembangunan karakter bangsa Indonesia, Sumber Daya Manusia terutama generasi muda Indonesia juga merupakan komponen penting bagi keberhasilan pembangunan karakter bangsa itu sendiri dengan mengngimplementasikan rantai nilai dari pancasila.

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu hal yang sangat krusial, sekaligus potensi bangsa yang paling strategis yang harus dimobilisir dan dikembangkan. Ralph S. Larsen (2004), CEO dari Johnson & Johnson mengatakan bahwa, tingkat kedewasaan suatu organisasi ditentukan dari persepsinya terhadap Sumber Daya Manusia yang dimilikinya.

Permasalahan utama bagi pembangunan karakter bangsa Indonesia adalah bagaimana mendorong agar pengembangan sumber daya manusia tersebut dapat menghasilkan suatu pencapaian yaitu tingkat kemandirian yang berkesinambungan. Era globalisasi menuntut adanya parameter daya saing sebagai satu hal penting untuk menjamin suatu kemandirian bangsa. Sehingga, pembinaan karakter yang menuju pada mentalitas daya saing juga menuntut adanya sejumlah prasyarat pokok yang harus dijadikan acuan dalam setiap proses pembangunan sesuai dengan rantai nilai dalam pancasila.

Sejalan dengan hal tersebut, maka unsur pokok pembangunan kemandirian bangsa terfokus pada tiga aspek penting yaitu:

1. Peran kritis sumber daya manusia sebagai sumber daya yang terus terbarukan untuk melakukan pembangunan bangsa yang berkesinambungan.

2. Peningkatan daya saing dari sumber daya manusia tersebut, sebagai jaminan dari kemandirian bangsa yang berkesinambungan.

3. Pemahaman mengenai pentingnya mencetak mentalitas daya saing yang berdasarkan pada suatu rantai nilai (pancasila) dengan tatanan dan urutan tertentu. Sehingga keberhasilan pembangunannya tergantung dari tingkat pemenuhan kriteria dan persyaratan tersebut.

Ketiga aspek pembangunan kemandirian bangsa tersebut tentu membutuhkan suatu agents yang dapat mengimplementasikan hal tersebut diatas. Dan agents itu adalah generasi muda yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Generasi muda yang umumnya masih berusia produktif diharapkan dapat memiliki kemampuan yang tanggap khususnya dalam mengakselerasi proses internalisasi pengetahuan dan menjadi motor penggerak perubahan atau generator of change sesuai dengan cita-cita pembangunan berdasarkan pada pancasila.

2.8  Peran Generasi Muda dalam Pembangunan Bangsa Mandiri

Pembentukan karakter generasi muda bangsa merupakan hal yang sangat penting bagi suatu bangsa dan bahkan menentukan nasib bangsa itu di masa depan termasuk juga Indonesia. Namun pada kenyataannya, di era globalisasi yang telah menempatkan generasi muda Indonesia pada derasnya arus informasi yang semakin bebas, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sebagai akibat dari globalisasi.

Akibat dari globalisasi tersebut, nilai-nilai asing secara disadari maupun tidak disadari telah memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada generasi muda Indonesia.

Sehingga upaya strategis yang harus dilakukan oleh generasi muda Indonesia untuk menghadapi globalisasi adalah dengan melakukan sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya nihilisasi dari pihak luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Berikut 3 peran penting generasi muda dalam melaksanakan koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan:

1.      Generasi muda sebagai pembangun-kembali karakter bangsa (character builder). Di era globalisasi ini, peran generasi muda adalah membangun kembali karakter positif bangsa seperti misalnya meningkatkan dan melestarikan karakter bangsa yang positif sehingga pembangunan kemandirian bangsa sesuai pancasila dapat tercapai sekaligus dapat bertahan ditengah hantaman globalisasi.

2.      Generasi muda sebagai pemberdaya karakter (character enabler). Pembangunan kembali karakter bangsa tentu tidak cukup, jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus menerus. Sehingga generasi muda juga dituntut untuk mengambil peran sebagai pemberdaya karakter atau character enabler. Misalnya dengan kemauan yang kuat dan semangat juang dari generasi muda untuk menjadi role model dari pengembangan dan pembangunan karakter bangsa Indonesia yang positif di masa depan agar menjadi bangsa yang mandiri.

3.      Generasi muda sebagai perekayasa karakter (character engineer) sejalan dengan dibutuhkannya adaptifitas daya saing generasi muda untuk memperkuat ketahanan bangsa Indonesia. Character engineer menuntut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran. Pengembangan dan pembangunan karakter positif generasi muda bangsa juga menuntut adanya modifikasi dan rekayasa yang sesuai dengan perkembangan dunia. Contohnya adalah karakter pejuang dan patriotism yang tidak harus diartikulasikan dalam konteks fisik, tetapi dapat dalam konteks lainnya yang bersifat non-fisik. Esensinya adalah peran genarasi muda dalam pemberdayaan karakter tersebut.

Generasi muda Indonesia memiliki tugas yang berat untuk dapat melaksanakan ketiga peran tersebut secara simultan dan interaktif. Tetapi hal tersebut bukan suatu hal yang tidak mungkin sebab generasi muda mendapatkan dukungan dan bantuan dari pemerintah dan seluruh komponen bangsa lainnya untuk mrngaktualisasikan peran tersebut di era globalisasi ini.

2.9  Pola Pelaksanaan Pancasila Dalam Pembentukan Karakter Bangsa

            Untuk melaksanakan Pancasila perlu usaha yang dilakukan secara berencana dan terarah berdasarkan suatu pola. Tujuannya adalah agar Pancasila sungguh-sungguh dihayati dan diamalkan oleh segenap warga Negara, baik dalam kehidupan orang seorang maupun dalam kehidupan kemasyarakatan. Berdasarkan pola itu diharapkan lebih terarah usaha-usaha

  • Pembinaan manusia Indonesia agar menjadi insan pancasila
  • Pembangunan bangsa untuk mewujudkan masyarakat pancasila

            Kedua hal tersebut di atas, tidaklah dapat dipisahkan satu sama lain, melainkan saling mempengaruhi dan saling mendukung. Masalah pembinaan insan Pancasila lebih banyak menyangkut bidang pendidikan. Lewat kegiatan pendidikan diharapkan peserta didik menyerap nila-nilai moral Pancasila. Penyerapan nilai-nilai moral Pancasila diarahkan berjalan secara manusiawi dan alamiah tidak saja lewat pengalaman secara pribadi. Nilai-nilai moral Pancasila tidak untuk sekadar dipahami melainkan untuk dihayati, oleh karena itu penyerapan nilai-nilai- moral Pancasila bukan lewat proses indoktrinasi. Sasaran pelaksanaan Pancasila adalah perorangan, keluarga dan masyarakat, baik di lingkunga tempat tinggal masing-masing maupun di lingkungan tempat kerja. Langkah pertama adalah dengan perantaraan pegawai Republik Indonesia, karena mereka adalah abdi Negara dan abdi masyarakat yang pertama-tama harus menghayati dan mengamalkan Pancasila. Langkah selanjutnya ialah menyebarluaskanya kepada seluruh lapisan masyarakat dengan menggunakan berbagai jalur dan penciptaan suasana yang menunjang.

            Adapun jalur yang digunaka adalah:

 

2.9.1        Jalur Pendidkan. 

Dalam melaksakan Pancasila, maka peranan pendidikan sangat penting, baik pendidikan di sekolah (formal) maupun pendidikan di luar sekolah (non formal) yang terletak didlam keluarga, dan lingkungan masyarakat.

2.9.2        Jalur media massa. 

Walaupaun pola pelaksanaan Pancasila melalui jalur medua massa dapat pula digolongkan sebagai salah satu aspek jalur pendidikan dalam arti luas, namun peranan media massa sedemikian pentingnya sehingga perlu mendapat penonjolanya sebagai jalur tersendiri. Dalam hubunganya dengan ini, ditekankan pula pentingnya media tradisional seperti pewayangan serta bentuk-bnetuk seni rakyat lainya, di samping media modern seperti pers, radio dan televisi. Dalam menggunakan komunikasi modern ini perlu dijaga agar terhindar dari siaran yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pancasila.

2.9.3        Jalur organisai sosial politik, organisasi sosial kemasyarakatan, dan prangkat sosial.

Sesuai dengan tekad untuk menjunjung tinggi demokrasi dan menegakan kehidupan konstitusional, maka kiranya semua anggota maupun kader-kader politik, serta organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga keagamaan, lembaga kebudayaan, dan dunia usaha, hendaklah berusaha sekuat tenaga ikut serta dalam melaksanakna Pancasila, sehingga Pancasila itu lestari di Republik indionesia.

 

 

2.9.4        Pendidikan Pancasila Di Sekolah Dasar

Sebagaimana kita mengetahui bahwa Pancasila sebagai dasar Negara, sebagai ideologi Negara, dan sebagai pandangan hidup bangsa adalah sumber dari pada ajaran-ajaran moral karena di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur. Oleh karena Pancasila sarat dengan nilai-nilai luhur dan ajaran-ajaran moral, sudah sepantasnya pancasila dijadikan mata pelajaran di sekolah-sekolah baik di SD, SMP, dan SMA dan bahkan sampai Perguruan Tinggi.

Pendidikan Pancasila merupakan salah satu mata pelajaran pendukung pengembangan karakter manusia. Pendidikan Pancasila di sekolah dasar sangat penting artinya, karena merupakan proses awal pembentukan karakter bagi manusia di mana akan berlanjut samapai manusia itu menemui ajalnya.

Para peserta didik di Sekolah Dasar akan memiliki perilaku dan tingkah laku yang terpuji, jika di dalam dirinya tertanam nilai-nilai luhur dan ajaran-ajaran moral yang kesemuanya itu ada dalam Pancasila Peserta didik di Sekolah Dasar merupakan calon generasi penerus sekaligus alon pemimpin masa depan bangsa Indonesia. Oleh karena itu materi tentang Pancasila sudah menjadi sebuah kewajiban untuk diajarkan di Sekolah Dasar sebagai awal pemebentukna karakter.Selain sebagai pemebntukan karakter manusia juga merupakan upaya untuk melestarikan nila-nilai Pancasila.

Sudah menjadi kenyataan bahwa ketika anak-anak selesai dari Sekolah Dasar, tidak semua dari mereka melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi ada yang di rumah saja, dan secara tidak sengaja langsung bergabung dengan anggota masyarakat sekitarnya, sehingga konsekunsinya saling berinteraksi antar sesama.

 

Bagi si Anak tidak akan mengalami kesulitan dalam bergaul dengan anggota masyarakat lainya, demikina pun masyarakat tidak akan mengalami kesulitan dalam menerima si Anak, jika di dalam diri si Anak sudah tertanam nilai-nilai luhur pancasila yang merupakan penjelmaan dari karakter bangsa Indonesia. ” Makalah PKn Pancasila ” Sebaliknya, tidak dapat diperkirakan apa yang akan terjadi ketika si Anak bergabung dengan masyarakat yang di dalam dirinya tidak dibekali ajaran-ajaran moral pancasila. Melihat kenyataan ini pelajaran pancasila memilik peranan penting di dunia pendidikan terutama di Sekolah Dasar karena awal dari proses pembentukan karakter manusia.

Kadang kala nilai-nilai luhur yang ada dalam Pancasila yang merupakan penjelmaan dari seluruh bangsa Indonesia tidak dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari, tetaipi diabaikan sehingga akibat dari itu nilai-nila luhur tersebut dengan sendirinya akan hilang.

Menyadari bahwa untuk kelestarian nilai-nilai Pancasila itu perlu diusahakan secara nyata dan terus-menerus pengahayatan dan pengamalan nila-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, oleh sebab itu setiap warga Negara Indonesia, penyelenggara Negara, serta lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah harus sama-sama mengamalkan nilai-nilai Pancasila demi kelestarianya. 

Oleh karena itu sebagai upaya nyata demi kelestarian nilai-nilai luhur Pancasila, perlu ditanamkan dan atau perlu ada pemahaman kepada generasi penerus bangsa, salah satunya lewat pendidikan pancasila di sekolah dasar.

 

 


BAB III

KESIMPULAN

Demarkasi atau garis pembatas yang tegas untuk menghadapi dampak globalisasi adalah daya saing bangsa (national competitiveness) yang kuat untuk menjadi bangsa yang mandiri dengan berlandaskan pada pancasila. Pembangunan berdasarkan pancasila yang dilakukan oleh bangsa Indonesia melalui pembangunan di bidang ekonomi, politik, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dalam menghadapi globalisasi. Namun untuk mencapai daya saing yang kuat tersebut dibutuhkan upaya besar dan peran aktif seluruh komponen bangsa Indonesia beserta pemerintah.

Salah satu komponen yang berperan penting dalam upaya besar tersebut adalah pembinaan karakter generasi muda bangsa Indonesia sesuai dengan pancasila, khususnya karakter positif bangsa yang harus terus ditumbuh-kembangkan untuk memperkuat kemampuan adaptif dari daya saing bangsa sehingga dapat menjadi bangsa yang mandiri di era globalisasi.

Dalam upaya untuk mengaktualisasikan kemandirian tersebut, maka dituntut peran penting dari generasi muda Indonesia sebagai character enabler, character builders dan character engineer. Meskipun untuk menjalankan ketiga peran tersebut, generasi muda masih membutuhkan dukungan serta bantuan dari seluruh elemen bangsa termasuk pemerintah, namun esensi utama dari pembangunan karakter bangsa Indonesia menuju bangsa mandiri adalah pentingnya peran generasi muda sebagai komponen bangsa yang paling strategis posisinya dalam memainkan proses transformasi karakter dan tata nilai pancasila di era globalisasi. Disampaikan oleh M. Hatta Rajasa (Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia) pada Selasa, 19 Juni 2007.

 


DAFTAR PUSTAKA

1.     Buku

Soyomukti, Nurani. 2008. Pendidikan Berperspektif Globalisasi, Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Setiady Elly M, Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kansil C.S.T, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: PT pradnya paramita

Isnaun, 1981: Pembahasan Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Idonesia, CV yulianti, Bandung.

Lembaga Pengkajian Ekonomi Pancasila, 1980 : Ekonomi Pancasila, penerbit : Mutiara, Jakarta

Syaidus Syahal, 1975 : Pancasila Sebagai Paham Kemasyarakatan dan kenegaraan Indonesia, Penerbit Alumni, bandung

2.     Internet

www.scribd.com/.../Sistem-Ekonomi-Indonesia-Dan-Ekonomi-Pancasila

     zonaekis.com/sistem-ekonomi-pancasila-sep

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/499885/ http://birokrasi.kompasiana.com/2012/01/11/arsip-sebagai-media-membangun-karakter-bangsa-suatu-catatan-kritis-atas-peningkatan-peran-lembaga-kearsipan-oleh-peter-ahab/

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=529&Itemid=116

 

0 komentar:

Posting Komentar